Masih
melanjutkan cerita tentang jalan-jalan kami pada minggu ini. Museum Nasional
alias Museum Gajah. Sekali lagi ini sebenarnya adalah perjalanan yang diluar
rencana. Hanya berawal dari keisengan kami mengisi waktu menunggu teman dengan
melihat-lihat sekitar Halte Monas. Dan terhentilah pandangan kami menyaksikan
Museum Gajah. Tiba-tiba sahabat saya nyeletuk sambil mengarahkan jari
telunjuknya ke satu arah “Mengapa itu disebut Museum Gajah?” Dan dia menjawab
sendiri pertanyaannya “Karena didepannya ada Patung Gajah”. Saya yang berdiri
disampingnya langsung “Ah masa sih? Alasannya gitu aja?”. Nah berawal dari
percakapan inilah maka terbersit ide “Yuk kita masuk ke sana”. Kamipun sepakat
mengalihkan meeting point dari Halte Monas ke Museum Gajah yang terletak di
sebelah barat halte ini atau tepatnya di Jl.Medan Merdeka Barat 12 Jakarta
Pusat :)
Gedung Gajah |
Dan inilah
pengalaman pertama saya menginjakkan kaki di Museum Gajah ini, meskipun sudah
beberapa kali saya melintasi tempat ini. Dulu-dulu ngga kepikiran, karena saya
kira tempat ini tidak terbuka untuk umum. Wuahhh…ternyata betapa kuper nya
saiya dalam mengenal sisi sejarah kota ini…Ternyata disini ada Museum yang
koleksi-koleksinya buanyakkkkk dan kerennn…
Tiket masuk
museum ini adalah IDR 5.000 untuk orang dewasa dan IDR 3.000 untuk anak-anak.
Murah bukan??? Kemudian jika kita membawa tas ransel maka disarankan untuk
dititipkan di tempat penitipan barang. Alhamdulillah ada penitipan tas, karena
terkadang pegel juga di punggung kalau harus bawa tas lama-lama. Cukup bawa
kamera, hp dan dompet aja. Lagi-lagi senang… karena kita boleh foto-foto
disini. Buat oleh-oleh untuk keluarga di rumah, kalau belum sempat ajak mereka
jalan-jalan kesini. Karena museum ini cukup luas, maka sebelum masuk ke dalam
saya membaca dulu peta dan penunjuk arah yang terletak didekat pintu masuk.
Taman Arca |
Menjawab
dulu pertanyaan kenapa dinamakan Museum Gajah? Ternyata asal muasal penyebutan
Museum Gajah tersebut karena di halaman depan museum terdapat sebuah patung
gajah perunggu. Patung tersebut merupakan hadiah dari Raja Chulalongkorn (Rama
V) dari Thailand yang pernah berkunjung ke museum itu pada tahun 1871. Dan
hingga kini patung gajah itu masih ada terpanjang di depan museum.
Museum ini
memiliki dua gedung yaitu Gedung Gajah dan Gedung Arca. Pertama kita memasuki
Gedung Gajah. Begitu masuk kita akan melihat banyak sekali koleksi arca-arca
peninggalan kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia. Tertata sangat rapi.
Disetiap arca diberikan indentitas, nama, tahun dan lokasinya. Serta sedikit
penjelasannya dibawahnya. Arca yang paling tinggi disini adalah arca
Adityawarman sebagai Bhirawa Budha. Kami sempatkan berfoto dulu di depan arca
ini. Di sini juga ad taman arca, di taman arca ini bisa kita liat jambangan
besar sekitar abad 13 M. Bentuknya seperti bathtub, hihihi…bisa jadi
bathtub-bathtub sekarang terinspirasi dari jambangan ini. Di gedung ini kita
juga dapat menyaksikan koleksi berbagai macam keramik asing yang dulu pernah
masuk ke Indonesia, ada dari Thailand, Vietnam, Jepang, juga China. Koleksi
keramik ini terpajang dengan rapi di ruang keramik. Selain itu ada juga ruang
rumah adat. Jadi disini dipajang miniature rumah-rumah adat dari berbagai
Provinsi di Indonesia. Puas mengamati berbagai rumah adat ini, kemudian saya
menuju ruang etnografi. Di sini bisa kita saksikan kekayaan budaya masyarakat
jaman dahulu dari berbagai wilayah di Indonesia. Ternyata satu sama sama lain
ada beberapa kemiripan. Misalnya tetantang budaya perkinangan atau kalau nenek
saya bilang dulu ‘nginang’. Ini ternyata ada dibeberapa daerah di Indonesia.
Masing-masing wilayah mempunyai wadah perkinangan yang khas. Wuahhh…Indonesia
memang kayaaa… Setelah dari ruang etnografi, kita kemudian jalan ke ruang
gamelan. Di sini terpanjang dengan rapi berbagai macam koleksi gamelan dari
beberapa daerah di Indonesia, ada yang dari Bali ada juga dari Jawa. Setelah
cukup puas jalan-jalan di gedung gajah kemudian
kita jalan ke gedung sebelahnya yaitu gedung arca.
Gedung Arca
memiliki 4 lantai, lantai 1 berisi tentang manusia dan lingkungan, lantai 2
berisi tentang ilmu pengetahuan, ekonomi
dan teknologi, lantai 3 berisi tentang organisasi sosial dan pola permukiman ,
dan lantai 4 terdiri dari koleksi emas dan keramik asing. Kami sendiri baru
menjelajah di lantai 1 dan 2. Di ruang ilmu pengetahuan, ekonomi dan teknologi
kita menyaksikan mata uang pada jaman dulu. Yang menarik perhatian saya adalah
uang “kampua/bida” dari Buton, Sulawesi Tenggara. Uang ini diperkirakan ada
pada abad XIX M. Lebarnya 140 mm, panjangnya 170 mm. Kalau biasanya mata uang
terbuat dari logam, mata uang ini justru terbuat dari kain. Lain daripada yang
lain. Bentuknya segi empat dan warnanya merah putih. Selain itu ada juga
koleksi alat komunikasi, alat produksi, transportasi, ekonomi (perdagangan dan
pajak), aksara dan bahasa, pengolahan pangan dan pengobatan , dan lain-lain.
Keren banget pokoknya… Indonesia aku, Indonesia kamu, Indonesia kita ternyata
punya museum yang keren banget… Silahkan datang ke sini mengajak keluarga.
Kalau ngga bawa kendaraan pribadi caranya juga gampang kok. Karena tepat di
depan museum ini ada Halte Monas. Kalau yang biasanya naik dari terminal
Ragunan, maka cukup sekali naik Kopaja 602 AC, ongkosnya IDR 5000. Kalau yang
dari dari blok M atau Kota cukup naik sekali busway arah blok M-kota. Ongkosnya
IDR 3500. Gampang kan… Selamat mencoba :)
Timbangan Untuk Menentukan Pajak |
Sepeda Roda Tiga |
Uang "Kampua/Bida" |