Tuesday, September 16, 2014

Trip On This Weekend : Museum Nasional alias Museum Gajah



Masih melanjutkan cerita tentang jalan-jalan kami pada minggu ini. Museum Nasional alias Museum Gajah. Sekali lagi ini sebenarnya adalah perjalanan yang diluar rencana. Hanya berawal dari keisengan kami mengisi waktu menunggu teman dengan melihat-lihat sekitar Halte Monas. Dan terhentilah pandangan kami menyaksikan Museum Gajah. Tiba-tiba sahabat saya nyeletuk sambil mengarahkan jari telunjuknya ke satu arah “Mengapa itu disebut Museum Gajah?” Dan dia menjawab sendiri pertanyaannya “Karena didepannya ada Patung Gajah”. Saya yang berdiri disampingnya langsung “Ah masa sih? Alasannya gitu aja?”. Nah berawal dari percakapan inilah maka terbersit ide “Yuk kita masuk ke sana”. Kamipun sepakat mengalihkan meeting point dari Halte Monas ke Museum Gajah yang terletak di sebelah barat halte ini atau tepatnya di Jl.Medan Merdeka Barat 12 Jakarta Pusat :)
Gedung Gajah
Dan inilah pengalaman pertama saya menginjakkan kaki di Museum Gajah ini, meskipun sudah beberapa kali saya melintasi tempat ini. Dulu-dulu ngga kepikiran, karena saya kira tempat ini tidak terbuka untuk umum. Wuahhh…ternyata betapa kuper nya saiya dalam mengenal sisi sejarah kota ini…Ternyata disini ada Museum yang koleksi-koleksinya buanyakkkkk dan kerennn…
Patung Adityawarman
Tiket masuk museum ini adalah IDR 5.000 untuk orang dewasa dan IDR 3.000 untuk anak-anak. Murah bukan??? Kemudian jika kita membawa tas ransel maka disarankan untuk dititipkan di tempat penitipan barang. Alhamdulillah ada penitipan tas, karena terkadang pegel juga di punggung kalau harus bawa tas lama-lama. Cukup bawa kamera, hp dan dompet aja. Lagi-lagi senang… karena kita boleh foto-foto disini. Buat oleh-oleh untuk keluarga di rumah, kalau belum sempat ajak mereka jalan-jalan kesini. Karena museum ini cukup luas, maka sebelum masuk ke dalam saya membaca dulu peta dan penunjuk arah yang terletak didekat pintu masuk. 
Taman Arca
Menjawab dulu pertanyaan kenapa dinamakan Museum Gajah? Ternyata asal muasal penyebutan Museum Gajah tersebut karena di halaman depan museum terdapat sebuah patung gajah perunggu. Patung tersebut merupakan hadiah dari Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand yang pernah berkunjung ke museum itu pada tahun 1871. Dan hingga kini patung gajah itu masih ada terpanjang di depan museum. 
 
Ruang Keramik
Museum ini memiliki dua gedung yaitu Gedung Gajah dan Gedung Arca. Pertama kita memasuki Gedung Gajah. Begitu masuk kita akan melihat banyak sekali koleksi arca-arca peninggalan kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia. Tertata sangat rapi. Disetiap arca diberikan indentitas, nama, tahun dan lokasinya. Serta sedikit penjelasannya dibawahnya. Arca yang paling tinggi disini adalah arca Adityawarman sebagai Bhirawa Budha. Kami sempatkan berfoto dulu di depan arca ini. Di sini juga ad taman arca, di taman arca ini bisa kita liat jambangan besar sekitar abad 13 M. Bentuknya seperti bathtub, hihihi…bisa jadi bathtub-bathtub sekarang terinspirasi dari jambangan ini. Di gedung ini kita juga dapat menyaksikan koleksi berbagai macam keramik asing yang dulu pernah masuk ke Indonesia, ada dari Thailand, Vietnam, Jepang, juga China. Koleksi keramik ini terpajang dengan rapi di ruang keramik. Selain itu ada juga ruang rumah adat. Jadi disini dipajang miniature rumah-rumah adat dari berbagai Provinsi di Indonesia. Puas mengamati berbagai rumah adat ini, kemudian saya menuju ruang etnografi. Di sini bisa kita saksikan kekayaan budaya masyarakat jaman dahulu dari berbagai wilayah di Indonesia. Ternyata satu sama sama lain ada beberapa kemiripan. Misalnya tetantang budaya perkinangan atau kalau nenek saya bilang dulu ‘nginang’. Ini ternyata ada dibeberapa daerah di Indonesia. Masing-masing wilayah mempunyai wadah perkinangan yang khas. Wuahhh…Indonesia memang kayaaa… Setelah dari ruang etnografi, kita kemudian jalan ke ruang gamelan. Di sini terpanjang dengan rapi berbagai macam koleksi gamelan dari beberapa daerah di Indonesia, ada yang dari Bali ada juga dari Jawa. Setelah cukup puas jalan-jalan di gedung  gajah kemudian kita jalan ke gedung sebelahnya yaitu gedung arca.
Gedung Arca memiliki 4 lantai, lantai 1 berisi tentang manusia dan lingkungan, lantai 2 berisi tentang  ilmu pengetahuan, ekonomi dan teknologi, lantai 3 berisi tentang organisasi sosial dan pola permukiman , dan lantai 4 terdiri dari koleksi emas dan keramik asing. Kami sendiri baru menjelajah di lantai 1 dan 2. Di ruang ilmu pengetahuan, ekonomi dan teknologi kita menyaksikan mata uang pada jaman dulu. Yang menarik perhatian saya adalah uang “kampua/bida” dari Buton, Sulawesi Tenggara. Uang ini diperkirakan ada pada abad XIX M. Lebarnya 140 mm, panjangnya 170 mm. Kalau biasanya mata uang terbuat dari logam, mata uang ini justru terbuat dari kain. Lain daripada yang lain. Bentuknya segi empat dan warnanya merah putih. Selain itu ada juga koleksi alat komunikasi, alat produksi, transportasi, ekonomi (perdagangan dan pajak), aksara dan bahasa, pengolahan pangan dan pengobatan , dan lain-lain. Keren banget pokoknya… Indonesia aku, Indonesia kamu, Indonesia kita ternyata punya museum yang keren banget… Silahkan datang ke sini mengajak keluarga. Kalau ngga bawa kendaraan pribadi caranya juga gampang kok. Karena tepat di depan museum ini ada Halte Monas. Kalau yang biasanya naik dari terminal Ragunan, maka cukup sekali naik Kopaja 602 AC, ongkosnya IDR 5000. Kalau yang dari dari blok M atau Kota cukup naik sekali busway arah blok M-kota. Ongkosnya IDR 3500. Gampang kan… Selamat mencoba :)

Timbangan Untuk Menentukan Pajak
Sepeda Roda Tiga
Uang "Kampua/Bida"

Sunday, September 14, 2014

Trip on this weekend : Lebaran Betawi 2014 di Monas



Menjawab rasa penasaran Ahad (14 September 2014) kemaren saya  bersama  dua orang sahabatku jalan-jalan ke Monas. Tujuan trip kali ini sebenarnya ada 3 yaitu city tour Jakarta, Lebaran Betawi 2014 dan Kota Tua. Namun  jadwal agak berubah ketika rasa penasaran muncul begitu kita sampai di Halte Busway Monas. Meeting point kami bertiga di halte ini, berhubung ada satu lagi yang belum datang maka muncullah ide. Bagaimana kalau kita jalan-jalan dulu ke Meseum Gajah yang kebetulan letaknya tepat berada di sebelah barat halte ini. Alasan terkuat karena kami memang belum pernah masuk museum itu. Deal, kamipun jalan ke tujuan. Itu dulu ya prolognya, nanti cerita tentang jalan-jalan ke Museum Gajah in syaa allah akan saya pada bagian tersendiri.

Panggung Utama
Singkat cerita setelah eksplor Museum Gajah perjalanan dilanjutkan untuk city tour Jakarta, namun karena bus nya belum ada akhirnya perjalanan kita lanjutkan ke Lapangan Monas untuk melihat-lihat perayaan Lebaran Betawi 2014 yang diselenggarakan oleh Pemprov DKI Jakarta.  Acara ini diselenggarakan selama dua hari, tanggal 13-14 September 2014. Berarti todei adalah hari terakhir. Oia, event ini gratis dan terbuka untuk umum. So, kita bisa liat-liat jug. Asyikkkk…

Ini lho stan nya Pasar Minggu
Sesuai dengan tema acaranya Lebaran Betawi 2014, di sini akan dapat kita liat berbagai kebudayaan Betawi , baik kesenian Betawi maupun kuliner khas Betawi. Ada kesenian tanjidor, ondel-ondel, gambang kromong, juga tari-tarian khas Betawi. Juga kuliner khas Betawi seperti kerak telor, soto betawi, ketoprak, roti buaya,dan lain-lain. Meskipun siang itu panas sekali namun tidak menyurut animo masyarakat untuk menyaksikan acara ini termasuk juga kami :). Nekat weiss. Apalagi kami kan perantau di Jakarta ini, jadi penasaran juga untuk mengenal kebudayaan Betawi. Hehehe.

Ini Stan Utama Kodya Jakarta Selatan
Masing-masing wilayah Kotamadya DKI membuat stan-stan yang memamerkan produk-produk khas betawi. Kebetulan waktu itu yang pertama kali kita liat adalah stan kodya Jakarta Selatan. Kenapa? Penasaran dong...karena disinilah kami tinggal :D. Di dalam stan ini dibagi lagi menjadi stan-stan kecil per kecamatan, termasuk juga ada kecamatan Pasar Minggu. Di sini kita bisa foto bersama dengan Abang None :). Walau panas-panas ternyata antri juga. Dan kami cukup melihat, tidak ikut berfoto :) Setelah melihat stan kodya Jaksel, kemudian kita melihat stan kodya yang lain spt kodya Jakpus, Jakbar, Jakut juga Jaktim, ada juga stan Kabupaten Kepulauan Seribu. Masing-masing punya desain stan  yang unik dengan nuansa khas Betawi. Oia tak lupa kami juga berfoto bersama ondel-ondel. Meski panas-panas yang namanya foto-foto tetap semangat :P

Kerak Telor
Puas muter-muter sekaligus capek, acara dilanjutkan makan-makan. Beli kuliner khas Betawi, apalagi kalau bukan kerak telor. IDR 10.000 per porsi. Dan yang seger-seger rujak bebeg. IDR 5.000 per cup. Harga murah, rasa mewah. Sambil duduk leyeh-leyeh di bawah pohon bersama dengan pengunjung yang lainnya. Rehat sejenak untuk lanjutkan petualangan berikutnya...Happy weekend :)

Thursday, September 11, 2014

Pengalaman Pertama Ke Buol Lewat Gorontalo



Buol. Do you know Buol? Buol adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah, yang berbatasan langsung dengan Provinsi Gorontalo. Sehingga daripada Buol ke Palu lebih dekat Buol ke Gorontalo. Dan ini adalah perjalanan saya kedua  ke daerah ini. Perjalanan sebelumnya sekitar tiga tahun yang lalu. Rute yang kami pada waktu itu adalah Jakarta-Palu-Tolitoli-Buol. Jadi dari Jakarta kita ke Palu dengan transit dulu di Makassar. Kemudian dari Palu kita melanjutkan perjalanan dengan menggunakan pesawat menuju Tolitoli. Ini kalau ada pesawat lho ya… Karena pesawat Palu-Tolitoli hanya ada 3 kali penerbangan dalam seminggu, dengan kapasitas penumpang 30 kursi. Jadi siapa yang cepat dialah yang dapat. In syaa allah. Kalau misalnya tidak dapat tiket pesawat maka perjalanan akan digunakan dengan menggunkan jalan darat, menelusuri pantai barat. Diperlukan waktu sekitar 10-12 jam.  Sejenak istirahat di Tolitoli, kemudian lanjut ke Buol. Nah, Tolitoli-Buol ini memerlukan waktu tempuh sekitar 5 jam. Meski perjalanan ini lama tapi akan terasa membosankan. Kita bisa menikmati indahnya pemandangan pantai dalam sepanjang perjalanan. Kadang kita liat dari atas gunung kadang kita liat dari bawah gunung. Karena sepanjang perjalanan yang kita telusuri memang pegunungan. Lalu bagaimana jika lapar dalam perjalanan? Kan logika agak lambat jalan tanpa logistik. Hehehe. Sepanjang perjalanan kita akan menemui beberapa kali rumah makan sekaligus tempat untuk shalat dan ke kamar mandi. Jadi jangan dikira ngga ada warung ya… Di rumah makan ini kita akan dimanjakan dengan menu seafood khas Sulawesi Tengah. Ikan bakar rica, cumi, udang, ikan kuah asam, woku, dan tak ketinggalan cah kankung dan sambel dabu-dabu. Mantap dah pokoknya. Rasa ikannya berbeda, karena mungkin ikan disini masih segar-segar. Baru ambil dari laut trus dimasak. Ini sekilas pengalaman tentang perjalanan ke Buol via Palu. 

Nah, sekarang saya akan cerita tentang perjalanan saya ke Buol via Gorontalo. Dengan melihat peta Indonesia, khususnya peta Sulawesi, maka akan kita lihat bahwa sebenarnya jarak Buol ke Gorontalo itu jauh lebih dekat daripada jarak Buol ke Palu. Sekali lagi karena memang Buol berbatasan langsung dengan Gorontalo. Lalu mengapa selama ini tidak lewat Gorontalo? Bertanya ke teman-teman dan senior-senior yang telah duluan datang ke Buol, pada waktu itu tidak ada satupun yang merekomendasikan ke saya ke Buol melalui Gorontalo. Menurut keterangan mereka jalan darat Buol-Gorontalo belum bagus. Medannya sangat sulit. Kalau pas masih di wilayah Gorontalo memang jalanan sudah bagus, namun begitu memasuki Buol jalanan sudah mulai kurang bagus. Bahkan ditegaskan dengan kata tidak bagus. Maka saya pun berkesimpulan pada waktu itu, baiklah kalau begitu. Deal tidak via Gorontalo.
Namun beberapa hari lalu ketika saya akan ke Buol lagi. Rekomendasi menjadi berubah, berbeda sekali dengan rekomendasi 3 tahun yang lalu. Teman-teman menyarankan saya untuk lewat Gorontalo. Yeeayyy, senangnya…first experience. Selalu senang jika ke daerah baru. Menurut keterangan teman-teman jalanan Gorontalo-Buol sudah bagus. Mulus dan lebar. Yes I do. 

Maka mulailah saya memesan tiket pesawat dari Jakarta-Gorontalo. Berangkat jam 7.15 WIB, sampai di Gorontalo jam 13.15 WITA (dengan transit dulu di Makassar). Alhamdulillah, sampai juga saya di Gorontalo. Bandaranya ya lumayan. Musholanya bagus dan bersih. Tempat wudhunya terpisah antara laki-laki dan perempuan. Jadi menunggu dijemput di sini. Sambil pesen mie rebus dikantin sederhana samping mushola. Panas-panas ditambah lapar, jadi makin mantappp.. Cuma yang agak kurang bagus toilet di bandara J
Jam 14.00 WITA jemputan datang. Bismillah…mari ke Buol. Mulai keluar bandara maka akan banyak kita jumpai masjid di kanan-kiri jalan. Hampir setiap 500 meter ada masjid. Jadi mudah saja jika kita mau berhenti untuk shalat. Tanaman jagung juga banyak sekali tumbuh disini. Bagus-bagus. Indonesia sungguh kaya… Jalanan berkelok mengitari pegunungan dan menyulusuri pantai, kadang kita diketinggian kadang juga sejalar dengan pantai. Pantainya bersih dan indah. Subhanallah… Dan setelah sekitar 7 jam perjalanan sampailah saya di Buol. Dan benar adanya, jalan dari Gorontalo ke Buol memang sudah bagus sekali temans… Mulus dan lebar. Jadi jangan ragu jika ke Buol via Gorontalo. Jika tidak dijemput, maka kita bisa sewa mobil di bandara atau naik travel yang menuju ke Buol. In syaa allah berikutnya saya akan ceritakan pengalaman saya di Buol… :)