Tuesday, December 10, 2013

Pasar Genteng Besar Pusat Oleh-Oleh Khas Surabaya



Mencari oleh-oleh merupakan bagian yang melekat ketika saya berkesempatan mengunjungi suatu tempat, termasuk juga Surabaya. Sebenarnya ini bukan yang pertama saya ke Surabaya, namun baru kali ini konsen untuk mencari tempat oleh-olehnya. Berbekal dari browsing di internet dan tanya ke teman, dapatkah sebuah informasi bahwa tempat oleh-oleh khas Surabaya ada di Jalan Genteng Besar alias di Pasar Genteng dan toko-toko di sekitarnya. Yuk mariiiii serbuuuu...
Sambel Bhek (Atas), Sambel Bu Rudy (Bawah)
Jalan Genteng Besar ternyata lokasinya dekat sekali dengan tempat saya menginap. Kebetulan waktu itu saya menginap di Hotel Majapahit alias Oranje Hotel alias Hotel Yamato yang berdiri sejak tahun 1910. Komplit deh infonya, biar ngga bingung. Dan sekalian mengingat sejarah. Dari hotel jalan ke kanan, sekitar 75 meter, kemudian belok ke kanan lagi. Maka ketemulah lokasi yang dimaksud. Jalan Genteng Besar.
Maka tampaklah disini berderet toko yang menjual oleh-oleh khas Surabaya, antara lain :
1. Toko Wisata Rasa
Ini adalah toko oleh-oleh yang menjual Almond Crispy Cheese. Tersedia dalam 3 rasa yaitu rasa original, green tea dan cokelat. Harganya 40rb per pack. Selain itu disini juga menjual berbagai macam keripik, sambal, kue lapis, dan lain-lain.

Toko Wisata Rasa
2. Toko Bhek
Ini adalah toko-toko oleh yang menjual sambal Bhek. Sambalnya tersedia dalam berbagai rasa. Ada sambal Bhek lengis, ada juga sambel Bhek ikan asin. Harganya 20rb per jar. Daya tahannya 7 hari sejak dibeli dalam kondisi disimpan di luar kulkas. Begitu info yang saya dapatkan dari si penjual. Lega juga, berarti aman dikonsumsi karena tanpa bahan pengawet. Selain itu toko ini juga menjual bandeng asap Bhek, berbagai macam keripik, termasuk tempe keripik juga keripik Ceker, kue lapis, dan lain-lain.

Toko Bhek
3. Toko Sudi Mampir
Selain sambel Bhek yang terkenal di Surabaya adalah sambal Bu Rudy. Di sini saya membeli sambal Bu Rudy, harganya 17,5 rb per jar. Harganya di bawah sambel Bhek, karena isinya memang lebih banyak sambel Bhek. Mau pilih mana? Itu tergantung selera Anda. Karena menurut saya sama-sama enak, maka dari itu saya beli keduanya.hehe... Oia daya tahan sambel Bu Rudy juga sama dengan sambal Bhek, 7 hari sejak dibeli dalam kondisi disimpan di luar kulkas. sama seperti toko oleh-oleh di sekitarnya toko ini juga menjual berbagai macam oleh- oleh khas Surabaya.

Toko Sudi Mampir
Selain toko-toko itu masih ada lagi toko-toko yang lainnya.Selain itu oleh-oleh ini juga di jual di pasanya, Pasar Genteng Besar. Monggo mampir kalau sedang jalan-jalan ke Surabaya.

Monday, November 25, 2013

Rumah Adat Masyarakat Poso



Masih ingin sharing seputar pengalaman saya ke Poso. Semoga ada manfaatnya ya... Kali ini tentang perjalanan saya ke Rumah Adat Poso, atau yang dikenal dengan sebutan Rumah Adat Tambi. Sejenis rumah panggung, namun berbentuk kerucut. Lokasinya di dekat Patung Megalith, atau masih satu komplek dengan patung megalith yaitu di Padang Sepe, Desa Kolori. Jadi kalau tidak sekalian singgah ke Rumah Adat rugi deh, karena perjalanannya jauh. 
Rumah Adat Poso
Di Padang Sepe ada 4 Rumah Adat Poso, 2 rumah yang digunakan untuk lumbung padi dan 2 rumah lagi digunakan untuk hunian. Baru pertama kali melihat, muncullah rasa penasaran saya. Saya masuk ke salah satu rumah yang digunkan untuk hunian. Naiknya menggunakan tangga, yang terbuat dari sebatang kayu utuh yang dibentuk tangga. Pintu rumah terbuat dari lempengan kayu yang dipahat kepala kerbau. Di tengah-tengah ruangan ada perapian sederhana, dan di pinggir-pinggir ruangan atau mengitari perapian ada papan-papan yang menurut keterangan dari guide saya digunakan untuk tempat tidur. Banyak juga ya... Ternyata memang  rumah seperti ini biasanya dihuni tidak hanya satu keluarga tapi ada beberapa keluarga. Begitu menurut informasi yang saya dapat. Oia, perapian yang berada ditengah ruangan sekaligus juga difungsikan sebagai dapur. 
Bangunan yang kecil itu untuk menyimpan hasil panen
Puas melihat-melihat isi rumah adat ini, kemudian saya melihat rumah berikutnya yang ukurannya lebih kecil dan lebih tinggi. Ternyata rumah ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan hasil panen. Karena bentuknya yang agak tinggi maka dibawahnya bisa digunakan untuk duduk.Siang itu saya sengaja mencobanya, ternyata enak juga duduk di sini. Semilir angin yang lembut menyapa, menjadikan siang tak terasa panas lagi. Malah lama-lama jadi mengantuk...
Menikmati hembusan angin

Monday, November 18, 2013

Patung Palindo Patung Megalith di Poso Yang Mendunia



Tak banyak yang tahu bahwa Patung Megalith (termasuk saya juga baru tahu) yang selama ini diceritakan dalam pelajaran-pelajaran sejarah itu ada juga di Kabupaten Poso, tepatnya di Desa Kolori Kecamatan Lore Barat. Alhamdulillah dengan izin Allah, akhirnya bisa juga melihatnya secara langsung.Sama persis dengan foto-foto yang selama ini saya lihat di internet.
Patung Palindo, salah satu patung megalith di Poso
Untuk menjangkau tempat ini kira-kira diperlukan waktu sekitar 5 jam dari kota Poso dengan menggunakan mobil pribadi. Alternatif angkutan yang bisa adalah mobil rental, jenis avanza. Medannya bener-bener off road, kalau selama ini kita merasakan ombak di laut, maka perjalanan ke Lore Barat ini kita merasakan ombak di darat. Oleh karena itu diperlukan pengemudi yang telah benar-benarmemahami medan. Jalannya terjal, banyak berlubang, berkelok, naik turun. Komplit deh. Memang ada beberapa bagian sudah di aspal namun sebagian besarnya masih rusak.Seru banget... untuk menguji nyali.Hehehe. Sepanjang perjalanan ke Lore di beberapa kali saya menjumpai anggrek hutan yang tumbuh di pinggir jalan, liar ngga ada yang mengambil. Ada yang berbunga warna ungu, putih ada juga yang campuran ungu dan putih. Subhanallah...indah. Makin menyadari betapa kayanya negeri ini. Proud of you Indonesiaku. Awalnya saya berpikir untuk mengambilnya dan akan saya tanam di Jakarta. Namun kemudian saya urungkan niat saya, tiba-tiba kepikiran, jangan-jangan nanti anggreknya jadi sedih. Hidup di daerah baru, sunyi sepi tanpa tanaman yang lainnya. Biarkanlah anggrek itu tetap bahagia di habitatnya. Apalagi ini pegungungan, jangan-jangan nanti tidak cocok hidup di dataran Jakarta. 
Setelah menempuh perjalanan sekitar 5 jam, akhirnya tiba juga di Lore. Waktu itu saya berangkat dari kota Poso jam 07.00 WITA dan tiba di Desa Bomba jam 12.00 WITA. Sebelum melanjutkan perjalanan, pertama kali yang dilakukan begitu sampai di Lore adalah mencari penginapan. Karena tidak mungkin perjalanan di tempuh pulang-pergi. Perjalanan siang hari aja sudah seru, bagaimana kalau malam hari, takyuttt… Belum lagi kalau hujan, jalanan akan menjadi becek dan licin, bener-bener ngga berani deh. Dan saya menginap di Losmen Ningsi, bukah ‘Ningsih’ lho ya… Tempatnya lumayan bersih. Ada musholanya pula. Kamarnya ada dua blok, satu blok kamar terbuat dari kayu, seperti rumah panggung. Dan satu blok lagi bangunan tembok seperti biasa, namun masih baru.Saya menginap di kamar yang baru, tarifnya Rp 100.000,- per malam. Jika pada pagi hari minta teh manis maka secangkirnya dikenai charge Rp 5.000,- . Terus misalnya nambah makan indomie telur maka akan dikenai charge Rp 15.000,- per mangkok. Esok harinya saya ke patung megalith. Dari penginapan kira-kira 45 menit dengan menggunakan mobil. Karena harus muter dulu. Padahal kalau mau naik motor lokasinya dekat banget dengan losmen tempat kami menginap, tinggal menyeberangi jembatan gantung desa Kolori. Lokasinya berada di sebuah padang, orang menyebutnya padang Sepe
Patung megalith ini tingginya kurang lebih sekitar 4 meter. Bentuknya menyerupai laki-laki. Matanya lucu bentuknya.Berdirinya tidak tegak, namun agak miring (condong). Kalau di Eropa ada menara Pisa, kalau di Indonesia ada patung megalith. Sama-sama condongnya. Saya jadi berpikir, kira-kira berapa ya kedalaman batu ini, berdirinya miring namun kokoh menghunjam, seolah tidak bisa ditegakkan. Di sekitar batu adalah hamparan rumput luas membentang, dan ada beberapa pohon tumbuh berjauhan. Sebenarnya ini bukan patung megalith satu-satunya, namun masih ada beberapa patung megalith yang tersebar di sekitar daerah ini, cuma saya tidak sempat melihatnya karena medannya belum bisa dilalui mobil. 

Padamarari Objek Wisata di Kecamatan Pamona Selatan Kabupaten Poso



Bercerita tentang pesona Poso rasanya tak ada habis-habisnya. Setelah sebelumnya saya cerita tentang perjalanan saya mengelilingi Danau Poso, kali ini saya akan bercerita tentang Padamarari, sebuah objek wisata perbukitan penuh pesona di Kecamatan Pamona Selatan Kabupaten Poso.
Danau menjadi cermin Langit
Setelah singgah di Danau Poso, tepatnya di Pantai Siuri, untuk menikmati indahnya alam ciptaanNya dan sekaligus ingin menyentuh langsung air tawar di danau itu, kemudian perjalanan di lanjutkan menuju Padamarari. Dari Siuri ke Padamarari melalui jalan berkelok dan menanjak. Namun semua tak terasa, karena sepanjang perjalanan di suguhi lukisan alam yang indah. 
Danau Poso dilihat dari Padamarari
Padamarari adalah sebuah perbukitan yang subhanallah, indah…. Begitu sampai di puncak bukit, mobil kami parkir di pinggir jalan. Dan saya pun turun dari mobil kemudian berjalan kaki menjangkau puncak bukit. Subhanallah…dari sini saya dapat melihat Danau Poso secara utuh. Susah rasanya melukiskan keindahannya dengan kata-kata, dan juga tak mudah untuk bisa mengambil gambarnya dengan sempurna karena sungguh ketika mata kita langsung memandangnya Padamarari jauhhhh lebih indah. Allahu Akbar. Subhanallah…
Waktu itu siang hari ketika saya di Padamarari, matahari bersinar terang, langit cerah biru dihiasi  awan putih membentuk gugusan. Danau Poso yang berada di bawahnya seolah menjadi cermin yang sempurna. Lembah hijau terhampar, dan nampak beberapa rumah bergerombol membentuk perkampungan. Semua berpadu indah. 
Dengan Izin Allah kaki ini telah menginjak di Padamarari
Tempat ini masih sepi, sepanjang perjalanan menuju tempat ini hanya satu kali berpapasan dengan kendaraan, truck pengangkut barang ke desa. Jadi kalau mau kesini siap-siap membawa mobil pribadi atau rental ya... Terus siap-siap juga bawa makanan sendiri, karena tidak ada warung di sini. Ini yang tak kalah penting, kalau membawa makanan jangan lupa sampahnya di buang pada tempatnya. Dan...berhubung disini tidak ada tempat sampah khusus, jadi sebaiknya sampah yang kita hasilnya kita bawa kembali untuk kita buang ke tempat sampah. Membuang satu bungkus makanan memang awalnya tak terasa, akan tetapi kalau tiap hari ada satu orang yang melakukannya, dalam setahun ada berapa? Jadi kalau bukan kita yang menjaga alam ini, lalu siapa lagi? Hehehe. Ini sekaligus mengingatkan diri sendiri. Bukankah kebersihan sebagian daripada iman? 
Saat pagi atau sore hari enak juga sepertinya duduk-duduk disini. Menikmati hembusan angin bebas tanpa penghalang karena posisinya yang benar-benar di atas bukit. Menghayati ciptaanNya, dan menyadari betapa kecilnya manusia. Semakin sering berjalan ke suatu tempat, semakin takjub dengan Indonesiaku..