Monday, November 18, 2013

Patung Palindo Patung Megalith di Poso Yang Mendunia



Tak banyak yang tahu bahwa Patung Megalith (termasuk saya juga baru tahu) yang selama ini diceritakan dalam pelajaran-pelajaran sejarah itu ada juga di Kabupaten Poso, tepatnya di Desa Kolori Kecamatan Lore Barat. Alhamdulillah dengan izin Allah, akhirnya bisa juga melihatnya secara langsung.Sama persis dengan foto-foto yang selama ini saya lihat di internet.
Patung Palindo, salah satu patung megalith di Poso
Untuk menjangkau tempat ini kira-kira diperlukan waktu sekitar 5 jam dari kota Poso dengan menggunakan mobil pribadi. Alternatif angkutan yang bisa adalah mobil rental, jenis avanza. Medannya bener-bener off road, kalau selama ini kita merasakan ombak di laut, maka perjalanan ke Lore Barat ini kita merasakan ombak di darat. Oleh karena itu diperlukan pengemudi yang telah benar-benarmemahami medan. Jalannya terjal, banyak berlubang, berkelok, naik turun. Komplit deh. Memang ada beberapa bagian sudah di aspal namun sebagian besarnya masih rusak.Seru banget... untuk menguji nyali.Hehehe. Sepanjang perjalanan ke Lore di beberapa kali saya menjumpai anggrek hutan yang tumbuh di pinggir jalan, liar ngga ada yang mengambil. Ada yang berbunga warna ungu, putih ada juga yang campuran ungu dan putih. Subhanallah...indah. Makin menyadari betapa kayanya negeri ini. Proud of you Indonesiaku. Awalnya saya berpikir untuk mengambilnya dan akan saya tanam di Jakarta. Namun kemudian saya urungkan niat saya, tiba-tiba kepikiran, jangan-jangan nanti anggreknya jadi sedih. Hidup di daerah baru, sunyi sepi tanpa tanaman yang lainnya. Biarkanlah anggrek itu tetap bahagia di habitatnya. Apalagi ini pegungungan, jangan-jangan nanti tidak cocok hidup di dataran Jakarta. 
Setelah menempuh perjalanan sekitar 5 jam, akhirnya tiba juga di Lore. Waktu itu saya berangkat dari kota Poso jam 07.00 WITA dan tiba di Desa Bomba jam 12.00 WITA. Sebelum melanjutkan perjalanan, pertama kali yang dilakukan begitu sampai di Lore adalah mencari penginapan. Karena tidak mungkin perjalanan di tempuh pulang-pergi. Perjalanan siang hari aja sudah seru, bagaimana kalau malam hari, takyuttt… Belum lagi kalau hujan, jalanan akan menjadi becek dan licin, bener-bener ngga berani deh. Dan saya menginap di Losmen Ningsi, bukah ‘Ningsih’ lho ya… Tempatnya lumayan bersih. Ada musholanya pula. Kamarnya ada dua blok, satu blok kamar terbuat dari kayu, seperti rumah panggung. Dan satu blok lagi bangunan tembok seperti biasa, namun masih baru.Saya menginap di kamar yang baru, tarifnya Rp 100.000,- per malam. Jika pada pagi hari minta teh manis maka secangkirnya dikenai charge Rp 5.000,- . Terus misalnya nambah makan indomie telur maka akan dikenai charge Rp 15.000,- per mangkok. Esok harinya saya ke patung megalith. Dari penginapan kira-kira 45 menit dengan menggunakan mobil. Karena harus muter dulu. Padahal kalau mau naik motor lokasinya dekat banget dengan losmen tempat kami menginap, tinggal menyeberangi jembatan gantung desa Kolori. Lokasinya berada di sebuah padang, orang menyebutnya padang Sepe
Patung megalith ini tingginya kurang lebih sekitar 4 meter. Bentuknya menyerupai laki-laki. Matanya lucu bentuknya.Berdirinya tidak tegak, namun agak miring (condong). Kalau di Eropa ada menara Pisa, kalau di Indonesia ada patung megalith. Sama-sama condongnya. Saya jadi berpikir, kira-kira berapa ya kedalaman batu ini, berdirinya miring namun kokoh menghunjam, seolah tidak bisa ditegakkan. Di sekitar batu adalah hamparan rumput luas membentang, dan ada beberapa pohon tumbuh berjauhan. Sebenarnya ini bukan patung megalith satu-satunya, namun masih ada beberapa patung megalith yang tersebar di sekitar daerah ini, cuma saya tidak sempat melihatnya karena medannya belum bisa dilalui mobil. 

0 comments:

Post a Comment